Tur 12 Jam dan Jauh-jauh Makan Nasi Goreng di Uluwatu, Bali

Bali tak pernah bikin saya kecewa. Dalam periode satu tahun belakangan, sudah empat kali saya ke Bali. Bosan? Ndak, malah semakin banyak tempat yang saya ingin tahu. Tiga kali pertama liburan ke Bali hanya saya isi dengan Kuta, Seminyak dan Legian ; yang mana lokasinya saling berdekatan. Kali ini, berbeda. 

Perjalanan 27 Agustus kemarin bukanlah mudah tapi super duper menyenangkan. Dengan bekal tidur hanya 3 jam, jam 8 pagi saya sudah dijemput oleh supir yang kami sewa seharian untuk nonton Tari Barong di Sari Wisata Budaya yang letaknya di Denpasar Selatan jam 9 pagi. Ohya, harga tiket pertunjukan ini 100ribu, ya. 



Singkat cerita, Tari Barong selesai. Saya dijemput kembali dan langsung ke bandara untuk mengantar Tante yang akan segera kembali ke negaranya.  Terimakasih, berkat Tante saya punya cerita lain tentang Bali kali ini 💃 Sialnya, saya baru ingat kalau saya belum sempat sarapan. 

Lanjut, supir membawa kami ke Uluwatu. Saya mencoba berbaring di bangku tengah mobil karena ngantuk, yang kemudian keputusan ini saya sesali. Mual dan rasa ingin muntah datang seketika. Mood saya lenyap, kepala pun pusing. Apalagi dengan jalanan yang sama berkeloknya dengan kisah cinta saya, tsah. Nggak mau tur seharian jadi rusak, saya pun minta rekomendasi Bli Komang untuk minggir makan sebentar. Bli pun menyarankan kami untuk cobain Iiga Warung. Tancap gas, bli! 

Iiga Warung ini ada di Jalan Uluwatu, Jimbaran. Menunya nggak terlalu beragam, yang saya ingat ada salad dengan harga fantastis (untung saya nggak doyan sayur, ehee) dan nasi dengan pilihan daging dari ayam, sapi hingga babi. Karena ini liburan (lupakan diet) dan saya belum makan dari pagi, pilihan jatuh ke Nasi Goreng. Haha, jauh-jauh ke Uluwatu 😂 

Untungnya ini bukan keputusan yang saya sesali. Karena......


79.000 ribu saya tidak percuma!!! Sesaat sebelum si nasi goreng ini datang, kerupuk dan saos BBQ sudah disajikan di meja kami. Nggak pakai  nunggu lama, sambil menikmati suasana warung yang nggak terlalu padat, nasi goreng kami sampai. Porsinya terlihat sedikit, atau mungkin saat itu saya yang kelaparan. 😂 Ada kerupuk, telur mata sapi dan iga yang ukurannya setelapak tangan remaja (hayoloh, gimana tuh ngira-ngiranya?). 


Gigitan pertama sampai sendokan terakhir tak mengecewakan. Yang tadinya saya pikir porsinya nggak akan menyembuhkan perut lapar saya ternyata malah bikin saya kekenyangan. Apalagi iga dengan saos BBQ-nya. Enak! 

Sembari menunggu si nasi goreng 'turun' dengan khidmat ke perut, saya memutuskan untuk memotret bagian dalam Iiga Warung ini. Unik juga ternyata. Meja dan kursi dominasi kayu, hiasan patung kayu babi berukuran kecil yang juga jadi nomor meja, lucu sekali. 


Saat jalan ke toilet, juga ada yang begini. Mana tahan untuk nggak difoto, ehee. 



Waktu berlalu, kami lanjutkan perjalanan. Ayo, bli Komang kita ke GWK! Sejak datang pertama kali ke Bali tahun lalu, saya pengen banget ke GWK. Yang saya tahu saat itu GWK keren, tapi belum tahu lokasinya disana. Ehehehe 😅 Dan kali ini, saya berhasil menginjakkan kaki di GWK Cultural Park! 


Karena belum selesai sempurna, saya dan rombongan yang ikut pedestal tour naik bis ke dekat patung cuma bisa berfoto di depan patung saja. Itupun hanya dibatasi sekitar 10 menit untuk semua rombongan. Tapi jangan sedih, dengan harga tiket 80ribu kamu bisa naik pedestal tour ke dekat patung GWK dan menikmati wahana seperti Ampitheater yang isinya pertunjukan tari di jam-jam terjadwal, Lotus Pond (yang saat itu sedang dibereskan karena akan dipakai saat Soundrenaline) dan lain-lain. Namun karena saya harus mampir ke destinasi selanjutnya dan mengejar sunset di Pura Uluwatu, saya harus cukup puas dengan berfoto di depan patung dan berkeliling sebentar saja. 


Tur hari itu pun lanjut ke Pantai Padang-Padang dan tujuan terakhir di Pura Uluwatu. Beruntung sekali, bli Komang bersedia membantu untuk beli tiket tari kecak seharga 100ribu yang super laris manis itu. Jadi kami cuma beli tiket masuk pura seharga 20ribu. Orang mulai berdatangan, matahari sudah mulai turun. Beruntung saya bisa dapat foto ini karena setelahnya, matahari tertutup awan 😔


Mau tahu seberapa pengen orang-orang lihat Tari Kecak di Pura Uluwatu? Kira-kira seperti ini...


Sedikit tips kalau mau nonton Tari Kecak di Pura Uluwatu : 
  1. Pastikan kamu datang di waktu yang tepat supaya nggak kehabisan tiket. Datang agak siang jadi kamu bakal sempat keliling dan foto-foto baru lanjut nonton Tari Kecak.
  2. Pilih tempat duduk yang menghadap matahari, baris bawah demi sensasi tak tergantikan nonton Tari Kecak saat senja berganti malam. Sayang banget, saya dapat tempat duduk di dua bagian paling kiri tapi untung masih bisa dapat sensasi tarian dan sunset-nya. 
  3. Siapkan transportasi. Transportasi online ke Uluwatu terbilang agak susah, jadi disarankan sewa motor atau mobil saja. Apalagi pertunjukan tari selesai malam hari. Kecuali kamu memang menginap di sekitar dan mau jalan kaki. 
  4. Jangan langsung pulang setelah Tari Kecak selesai. Foto-foto dulu dengan penari-penarinya. Malam itu sih Hanoman laris banget! Kamu harus datang sendiri untuk tahu gimana kocaknya tingkah si Hanoman. 
Tari Kecak di Pura Uluwatu jadi penutup tur hari itu. Saya tiba di hotel area Seminyak sekitar jam 9 malam! Saya bahagia perjalanan kali ini sangat berbeda dan menyenangkan, perut aman dan kenyang karena makan nasi goreng juga jadi penyelamat energi serta mood seharian. Ini memang bukan cerita nasi goreng di kotaku, tapi saya punya impian, Bali akan jadi salah satu kota saya. Kota yang sedang saya favoritkan, kota yang hingga kini belum pernah mengecewakan. Terimakasih, Bali. 

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Menulis #NasiGorengdiKotaku oleh Travelingyuk.com. 

Comments